Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis dengan teori Stanton!
1.
Sarana Cerita:
a.
Gaya
dan Tone
1) “Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah
tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya.” Bernada menggeram, atau menahan amarah.
Diucapkan pelan dan tertahan.
2) “Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua.
Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau
imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat
baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan
diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.” Bernada
marah yang terluapkan, dan semakin sedikit menurun nada amarah, terutama pada
kalimat akhir.
3) “Kau kenal padaku, bukan? Sedari kau kecil aku sudah
disini. Sedari mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan?
Terkutukkah
perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?” Menahan amarah, namun kali ini sedikit bernada frustasi.
perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?” Menahan amarah, namun kali ini sedikit bernada frustasi.
4) “Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah
kira-kiranya.” Nada amarah menghilang, terganti nada kesedihan dan
kecewa.
5) ‘Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh
namaku.’ Bernada membanggakan.
6) ‘Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang
Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang, Adil dan Mahatahu.’ Bernada
melemah dan putus asa.
7) ‘Benar. Benar. Benar.’ Bersemangat mencari kebenaran.
8) “Kakek?” Bernada terkejut tak percaya.
9) “Dan sekarang... dan sekarang kemana dia?” Bernada
lemah dan lelah.
b.
Sudut
pandang
Cerpen ini menggunakan sudut pandang orang
pertama. Dan mengingat bahwa teori Stanton tidak mengenal tokoh antagonis dan
protagonis, tetapi menggunakan tokoh utama dan bantuan, serta tokoh utama
muncul paling banyak, seperti pada cerpen Robohnya
Surau Kami.
Bukti: Aku
cari Ajo Sidi ke rumahnya. Aku ingin tahu. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual
itu.
c.
Judul
Cerpen ini berjudul Robohnya Surau Kami. Menurut saya kenapa diberi judul seperti itu,
karena mengisahkan sebuah surau di suatu kampung yang semakin rapuh saat
ditinggal mati oleh penjaganya.
d.
Simbolisme
1) Surau:
Untuk sebutan di desa, biasa menyebutnya dengan nama musholla kecil
2) Haji:
Di dalam kehidupan sekarang ini yang penuh dengan strata sosial, sebutan ini
biasa dipakai untuk orang – orang yang mempunyai jabatan tinggi, selain karena
sudah berangkat ke Mekkah, tentu saja.
e.
Ironi
1) Ketika
sebuah surau yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Bukannya harus di pelihara apa
yang tak dijaga lagi, namun sebaliknya, diambil kayunya.
2) Ketika
seorang haji yang seharusnya bersikap baik, bijaksana, dan juga dermawan, namun
justru menjatuhkan yang lain dan lebih memilih menyayangi diri sendiri. Dan
cerpen ini pun memperlihatkan bahwa meski seorang haji sekalipun, jika
akhlaknya tidak baik dan hanya untuk mendapatkan gelar, maka di akhirat tetap
dipersalahkan.
3) Ketika
sebuah lelucon bukannya menghibur, namun menyinggung perasaan orang lain.
2.
Fakta Cerita:
a.
Tema:
Pelajaran Hidup
Bukti: ‘Salahkah
menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh.
‘Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri.
Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan
kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga
mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu
egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak
mempedulikan mereka sedikit pun.’
b.
Karakter
1) Aku:
- Ingin
tahu
Bukti: Aku
ingin tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi.
2) Kakek
Garin:
- Menolong
tanpa imbalan
Bukti: Orang-orang
suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa.
- Sabar
dan tawakal
Bukti: “Sudah
begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu
lama aku menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar
dan tawakal.”
3) Ajo
Sidi:
- Pembual
Bukti: Maka
aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu.
- Tak
bertanggung jawab
Bukti: ...yang
tidak sedikit pun bertanggung jawab.
4) Haji
Saleh:
- Sombong
Bukti: Haji
Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan
ke dalam surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan
dada dan menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk
neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang
masuk ke surga, ia melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat
ketemu nanti’.
- Suka
pamer
Bukti: ‘Aku
Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.’
- Egoistis
Bukti: ‘Inilah
kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis’.
c.
Alur
Mundur. Menceritakan kematian seorang
penjaga surau bernama Kakek Garin,
dan bagaimana surau terbengkalai dan hampir roboh karena ulah tak bertanggung
jawab warga kampung di sana. Untuk langkah – langkah alur:
1) Perkenalan:
- Pengenalan
tempat di paragraf pertama
- Paragraf
kedua pengenalan surau dan penjaganya, Kakek Garin
- Pengenalan
tokoh Ajo Sidi, si pembual.
2) Konflik:
Kakek marah dan menahan ragam mengingat
cerita Ajo Sidi dan diceritakan pada tokoh Aku.
3) Klimaks:
Cerita Ajo Sidi mengenai orang berhaji
dimasukkan ke dalam neraka akibat keegoisan.
4) Peleraian:
Tuhan menjelaskan pada Haji Saleh dan juga
yang lain bahwa hidup di dunia janganlah hanya memikirkan diri sendiri, tetapi
juga orang lain.
5) Penyelesaian:
Meninggalnya Kakek Garin dikarenakan cerita Ajo Sidi yang selalu teringat oleh Kakek.
d.
Setting
1) Tempat:
- Surau
Bukti: Dan
di pelataran kiri surau itu...
- Rumah
Aku
Bukti: ...ketika
aku mau turun rumah pagi-pagi...
- Rumah
Ajo Sidi
Bukti: Aku
cari Ajo Sidi ke rumahnya.
- Akhirat
Bukti: Di
akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang.
2) Waktu:
Pagi
Bukti: ...ketika
aku mau turun rumah pagi-pagi...
3) Suasana:
Menegangkan
Bukti: Ketika di akhirat dan juga ketika kabar duka
Kakek Garin meninggal dunia.
Komentar
Posting Komentar