Ulasan Cerpen Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cemerlang Karya A. Mustofa Bisri (Kompas, 01 April 2018)
Tatapan Mengundang Memori dan Masa Depan
Oleh: Dhea Alivia (16410163) 4D / PBSI
Memang, mata merupakan awal dari segalanya. Sorot penglihatan membuat apa yang dilihat seakan beberapa ada yang tertahan di benak dan hati. Seperti yang dialami oleh sosok Aku yang diceritakan oleh Mustofa Bisri. Bahwa berawal dari rasa penasaran yang ditangkap oleh mata, sesosok gadis kecil yang memiliki alis tebal dan mata yang terlihat seolah cemerlang, seolah mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Rasa penasaran semula hanya bentuk sederhana dan dimungkinkan bersifat sementara. Namun gadis yang dilihat menunjukkan atensi lebih pada satu titik dalam diamnya, dalam gerak heningnya. Satu titik itu adalah sosok Aku, yang dalam keterkejutannya hanya dapat membalas dengan hening pula karena tak tahu harus bagaimana dengan sorot kecermelangan si gadis kecil pembuat rasa penasaran.
Mata terkadang dapat menipu akibat rasa ketakpercayaan yang diciptakan secara refleks dan tak sengaja oleh otak. Mungkin ini yang sesaat lalu dialami oleh sosok Aku melihat si gadis yang seolah menjadikan dirinya titik fokus mata cemerlang itu. Sampai akhir dengan pertanda kereta berjalan pun tak menggoyahkan sorot cemerlang itu pada dirinya. Dan pada akhirnya, rasa penasaran itu seakan tertahan dan terpendam seiring waktu dalam benak.
Seolah sedikit terlupa oleh ‘permainan’ tatap mata dan sebongkah penasaran, sosok Aku kembali pada awal tujuan menaiki kereta, untuk bertemu dan menyaksikan sosok cantik yang bahkan belum pernah ditangkap oleh mata sendiri, hanya berbekal kalimat yang keluar dari seseorang bernama Sahlan, kakak dari si sosok cantik. Yah, terkadang diperlukan mata untuk menjawab rasa penasaran yang menggebu.
Lupakah, bahwa sebenarnya masih ada panca indra lain yang mampu menjelaskan sosok seseorang tanpa harus melihat dengan mata? Pendengaran pun terkadang menjadi sarana pertama dalam mendeskripsikan seseorang, meski terkadang pula dapat menipu akibat imaji yang muncul seketika dalam benak. Seperti yang diterapkan oleh sosok Aku ketika mendengar suara merdu dari adik Sahlan, yang kini diketahui bernama Shakila. Sosok yang ternyata memang cantik setelah si mata sendiri yang melihat.
Berawal dari tatapan mata pun mampu mengundang memori kecil dari tumpukan ingatan yang belum sempat terpendam terlalu jauh di benak, ketika melihat paras Shakila, mengingatkan pada gadis kecil di peron stasiun. Sama-sama memiliki alis tebal dan bermata cemerlang. Mirip, hingga membangkitkan kembali rasa penasaran yang sempat hampir dilupakan.
Diketahuilah sebuah rahasia Sahlan bagaimana bisa bertemu Shakila yang ternyata adalah sang istri. Seperti pengalaman yang disalin dari yang dialami oleh sosok Aku. Sahlan melihat Shakila di peron stasiun, dari posisinya duduk di bangku kereta, melihat dari jendela kereta. Berawal dari rasa penasaran itu dan akhirnya menjadikan sebuah masa depan, untuk selalu bersama sampai ikatan pernikahan. Mungkin terlihat sebuah kebetulan yang luar biasa, namun ini sebenarnya sebuah masa depan yang sudah terancang dengan baik oleh Tuhan, dan hanya masalah pertemuan pertama yang terkesan sederhana dan berakhir luar biasa.
Dari permasalahan mata, tidak semudah itu diremehkan. Sorot mata dapat menjelaskan segalanya. Seperti sorot cemerlang Shakila maupun gadis kecil di peron stasiun seakan berbicara, menggantikan peran mulut yang notabene umumnya berfungsi untuk berbicara.
Dari permasalahan mata pun, dapat menghantarkan pada berbagai macam analisis, yang muncul tak terduga dan tak sengaja. Seperti masa depan seseorang yang memang tak dapat dilihat oleh mata. Tetapi ketika telah sampai di masa depan, memori dapat memicu seseorang untuk kembali ke masa lalu ketika sepasang matanya pernah menangkap sosok pendamping saat ini. Dalam pertemuan yang tak biasa, namun berkesan, meski sedikit timbul tenggelam dalam lautan pikiran.
2018. Dhea Alivia
Dari cerpen Gadis Kecil Beralis Tebal dan Bermata Cemerlang
Karya A. Mustofa Bisri
Oleh: Dhea Alivia (16410163) 4D / PBSI
Memang, mata merupakan awal dari segalanya. Sorot penglihatan membuat apa yang dilihat seakan beberapa ada yang tertahan di benak dan hati. Seperti yang dialami oleh sosok Aku yang diceritakan oleh Mustofa Bisri. Bahwa berawal dari rasa penasaran yang ditangkap oleh mata, sesosok gadis kecil yang memiliki alis tebal dan mata yang terlihat seolah cemerlang, seolah mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Rasa penasaran semula hanya bentuk sederhana dan dimungkinkan bersifat sementara. Namun gadis yang dilihat menunjukkan atensi lebih pada satu titik dalam diamnya, dalam gerak heningnya. Satu titik itu adalah sosok Aku, yang dalam keterkejutannya hanya dapat membalas dengan hening pula karena tak tahu harus bagaimana dengan sorot kecermelangan si gadis kecil pembuat rasa penasaran.
Mata terkadang dapat menipu akibat rasa ketakpercayaan yang diciptakan secara refleks dan tak sengaja oleh otak. Mungkin ini yang sesaat lalu dialami oleh sosok Aku melihat si gadis yang seolah menjadikan dirinya titik fokus mata cemerlang itu. Sampai akhir dengan pertanda kereta berjalan pun tak menggoyahkan sorot cemerlang itu pada dirinya. Dan pada akhirnya, rasa penasaran itu seakan tertahan dan terpendam seiring waktu dalam benak.
Seolah sedikit terlupa oleh ‘permainan’ tatap mata dan sebongkah penasaran, sosok Aku kembali pada awal tujuan menaiki kereta, untuk bertemu dan menyaksikan sosok cantik yang bahkan belum pernah ditangkap oleh mata sendiri, hanya berbekal kalimat yang keluar dari seseorang bernama Sahlan, kakak dari si sosok cantik. Yah, terkadang diperlukan mata untuk menjawab rasa penasaran yang menggebu.
Lupakah, bahwa sebenarnya masih ada panca indra lain yang mampu menjelaskan sosok seseorang tanpa harus melihat dengan mata? Pendengaran pun terkadang menjadi sarana pertama dalam mendeskripsikan seseorang, meski terkadang pula dapat menipu akibat imaji yang muncul seketika dalam benak. Seperti yang diterapkan oleh sosok Aku ketika mendengar suara merdu dari adik Sahlan, yang kini diketahui bernama Shakila. Sosok yang ternyata memang cantik setelah si mata sendiri yang melihat.
Berawal dari tatapan mata pun mampu mengundang memori kecil dari tumpukan ingatan yang belum sempat terpendam terlalu jauh di benak, ketika melihat paras Shakila, mengingatkan pada gadis kecil di peron stasiun. Sama-sama memiliki alis tebal dan bermata cemerlang. Mirip, hingga membangkitkan kembali rasa penasaran yang sempat hampir dilupakan.
Diketahuilah sebuah rahasia Sahlan bagaimana bisa bertemu Shakila yang ternyata adalah sang istri. Seperti pengalaman yang disalin dari yang dialami oleh sosok Aku. Sahlan melihat Shakila di peron stasiun, dari posisinya duduk di bangku kereta, melihat dari jendela kereta. Berawal dari rasa penasaran itu dan akhirnya menjadikan sebuah masa depan, untuk selalu bersama sampai ikatan pernikahan. Mungkin terlihat sebuah kebetulan yang luar biasa, namun ini sebenarnya sebuah masa depan yang sudah terancang dengan baik oleh Tuhan, dan hanya masalah pertemuan pertama yang terkesan sederhana dan berakhir luar biasa.
Dari permasalahan mata, tidak semudah itu diremehkan. Sorot mata dapat menjelaskan segalanya. Seperti sorot cemerlang Shakila maupun gadis kecil di peron stasiun seakan berbicara, menggantikan peran mulut yang notabene umumnya berfungsi untuk berbicara.
Dari permasalahan mata pun, dapat menghantarkan pada berbagai macam analisis, yang muncul tak terduga dan tak sengaja. Seperti masa depan seseorang yang memang tak dapat dilihat oleh mata. Tetapi ketika telah sampai di masa depan, memori dapat memicu seseorang untuk kembali ke masa lalu ketika sepasang matanya pernah menangkap sosok pendamping saat ini. Dalam pertemuan yang tak biasa, namun berkesan, meski sedikit timbul tenggelam dalam lautan pikiran.
2018. Dhea Alivia
Dari cerpen Gadis Kecil Beralis Tebal dan Bermata Cemerlang
Karya A. Mustofa Bisri
Komentar
Posting Komentar